Pengalaman Pahit Penjabat Nir-Empati - Saya tidak pernah menyangka, bekerja di lingkungan pemerintahan akan membuka mata saya selebar ini. Awalnya saya berpikir, di balik seragam rapi dan jabatan tinggi, para penjabat pasti punya semangat mengabdi. Tapi ternyata, banyak dari mereka justru memperlakukan jabatan sebagai tempat bernaung yang nyaman, bukan tanggung jawab yang harus diemban.
Setiap hari saya melihat sendiri bagaimana pimpinan lebih sibuk membangun citra di depan gubernur atau bupati. Mereka pandai bersandiwara, seolah-olah bekerja keras, padahal sebagian besar hanya memoles kata dan laporan. Bahkan ada yang sudah pernah menjabat sebagai bupati, kini menjadi asisten, tapi tetap sibuk menjilat demi terlihat loyal.
Jabatan Jadi Perisai, Rakyat Jadi Korban
Saya menyaksikan sendiri bagaimana mereka melepaskan tanggung jawab, menutupi masalah, lalu menyalahkan staf. Bila ada pekerjaan yang gagal, bawahanlah yang jadi kambing hitam. Namun ketika hasilnya bagus, mereka tampil di depan kamera, mengaku itu kerja keras mereka.
Lucunya, walau jarang hadir rapat, jarang turun ke lapangan, bahkan kadang hanya duduk di ruangan sambil tertidur, gaji dan tunjangan tetap berjalan lancar. Tidak heran kalau banyak yang betah dalam sistem seperti ini.
Staf yang Bekerja Keras Justru Tak Dihargai
Yang paling menyedihkan bagi saya adalah melihat rekan-rekan staf dan tenaga ahli yang benar-benar bekerja keras, bahkan lembur tanpa dihitung waktu. Mereka memastikan program berjalan, laporan selesai, dan dinas tetap terlihat hidup. Tapi sering kali, mereka tidak dianggap. Hak ketenagakerjaan pun sering diabaikan, seolah jerih payah mereka tidak bernilai.
Saya pernah merasakannya sendiri, mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga, hanya untuk melihat hasilnya diakui oleh orang lain yang bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rasanya pahit, tapi nyata.
Harapan untuk Perubahan
Saya tahu tidak semua penjabat seperti itu. Masih ada yang tulus bekerja, yang datang bukan karena ambisi pribadi, tapi karena ingin memberi manfaat. Namun jumlahnya sedikit, dan sering tenggelam dalam arus budaya kerja yang pura-pura sibuk dan penuh kepentingan.
Melalui tulisan ini, saya hanya ingin berbagi pengalaman, bukan menjelekkan. Saya ingin mengingatkan, bahwa jabatan bukanlah privilege untuk bersantai, tapi amanah yang menuntut empati dan tanggung jawab. Karena tanpa itu, pemerintahan hanya akan jadi panggung sandiwara, indah di luar, tapi bobrok di dalam.
Posting Komentar